Selasa, 10 Mei 2011

Di Jalan Dakwah Aku Menikah

oleh Tabir Jodoh pada 06 Februari 2011 jam 8:49
Bismillaahirrahmaanirrahiim…


Assalamu’alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.
Banyak pemuda maupun pemudi yang beranggapan bahwa mana mungkin kita akan melangsungkan pernikahan tanpa melalui proses perkenalan terlebih dahulu (read: PACARAN). Siapa sih yang mau beli kucing dalam karung??? Padahal bila kita cermati kembali, Allah telah menetapkan siapa jodoh kita, berapa ukuran rizki kita dan kapan ajal menghampiri kita dalam lauhful Mahfudz jauh sebelum kita dilahirkan ke dunia. Selama apapun kita berpacaran, jika memang bukan jodoh maka sudah pasti kita tidak akan menikah dengannya begitupun banyak kasus terjadi, banyak orang yang menikah dengan pasangan yang tidak mereka kenal sebelumnya bahkan belum pernah berinteraksi dengannya! Namun jika sudah jodoh, pasti mereka akan merasa cocok dan ikatan pernikahan pun dapat langgeng hingga nenek-kakek. So, PACARAN bukanlah jaminan bahwa kita akan sampai ke pelaminan dan hidup langgeng bersamanya. Berikut tim admin suguhkan kisah2 menarik tentang pernikahan yang semoga banyak menuai hikmah di dalamnya.


Nikah di Jalan Dakwah Membawa Berkah
Oleh: Muhammad D. Falah
Saya berazam mengajukan diri utk menikah pd thn 1996, waktu itu bln Ramadhan dgn harapan pd bln tsb kondisi ruhani saya sdg mencapai puncaknya. Dgn suasana Ramadhan itu saya berharap niatan nikah dan pertimbangan calon tdk tercampuri hal-hal yg berbau nafsu, ttp betul-betul atas pertimbangan ibadah dan dakwah. Kondisi saya saat itu dlm posisi baru lulus kuliah dan belum mendapat pekerjaan mapan, hanya punya sumber penghidupan dari bisnis kaos kaki dgn penghasilan Rp 40.000 per bulan.
Saya menanamkan harapan terhadap calon pd saat itu dgn refleksi trhadap diri saya sendiri. Jika kita berikhtiar serius menjadi org baik dan mencintai Allah SWT dgn sepenuhnya, niscaya Allah SWT akan memberikan jodoh yg sepadan. Walaupun sebenarnya ada juga keinginan-keinginan manusiawi selain dr faktor agama trhadap calon yg saya inginkan.
Waktu itu sempat terlintas calon istri yg saya inginkan adalah seorg wanita Muslimah yg kuliah dr jurusan eksakta, kultur keluarga agamis dan intelek, cerdas akademis, punya sepeda motor, bukan tukang debat atau diskusi di forum, serta berkulit bersih. Akan ttp pikiran tsb hanya terlintas sebentar saja dan tdk sampai menjadi obsesi, krn tertutupi oleh prinsip saya utk membangun keikhlasan atas apa yg Allah tetapkan nantinya, utk saya bisa menerima calon istri dgn sgala kelebihan dan kelemahannya (dan inilah yg berat).
Saya mempercayakan proses pernikahan ini kpd murrabi (Pembina) saya dlm kajian rutin keislaman yg saya ikuti sejak masih kuliah. Suatu saat murabbi saya memberikan data seorg perempuan (yg namanya pun baru saya dengar saat itu) berupa selembar kertas “darurat” yg sangat minim utk disebut sbg ta’aruf (perkenalan) data bahkan tanpa disertai foto. Saya terkejut, bagaimana mungkin saya akan mengambil keputusan sedangkan foto dirinya saja saya tdk tahu. Seperti apa orangnya, wajahnya, penampilannya, sama sekali saya tdk bisa mereka-reka.
Pada malam harinya, diantara bingung krn minimnya data calon istri yg diberikn kpd saya dan kepercayaan saya kpd Pembina, saya melakukan Qiyamullail (shalat malam) memohon petunjuk kpd Allah. Saat itu saya berusaha membangun komunikasi dgn Allah utk meminta bimbingan atas pilihan2 yg akan saya ambil.
Masya Allah, saya mengalamai pengalaman ruhani yg berkesan pd malam itu. Sehabis menunaikan shalat malam, saya tertidur dan bermimpi bertemu teman pengajian utk meminta pertimbangan kpd nya krn dia berasal dr daerah yg sama dgn calon istri yg di berikan kpd saya. Teman saya mengatakan, “calon istrimu itu siiiip banget, maju terus saja! “
Saya terbangun dr mimpi dan setelah itu saya merasa sangat mantap atas data calon istri tsb. Saya memperkuat diri dgn melakukan beberapa kali shalat istikharah. Tetap saja merasa mantap walau tdk terbayang seperti apa fisik perempuan ini. Sudahlah…bismillaah dan tawakal!
Sesungguhnya saya bisa dan boleh saja meminta foto dan bahkan meminta bertemu dahulu dgn calon istri yg diberikan oleh murabbi saya agar lebih saling mengenal dan memantapkan keputusan. Namun entahlah, saya sendiri tdk bisa menceritakan, ada kekuatan yg amat besar utk menerima calon istri tsb tanpa pertemuan terlebih dahulu.
Akhirnya kami menikah stlh menjalani perjalanan berliku terkait orgtua saya dan kondisi calon istri yg harus “melangkahi” 4 org kakak yg blm menikah. Sungguh, utk pertama kalinya saya bertemu dgn istri saat pelaksanaan akad nikah! Untuk pertama kalinya di forum akad nikah dan walimah itulah saya bisa melihat wajah dan penampilan istri saya.
Selanjutnya kami merasa segalanya dimudahkan oleh Allah, baik dlm hbungan sbg suami istri, hubungan di keluarga besar kami, sumber penghidupan, pendidikan, maupun urusan dakwah. Saya merasa sgt bersyukur mendapatkan istri yg amat dewasa dan subhanallaah… sepertinya kami tlh lama mengenal, langsung bisa akrab dan menyesuaikan diri.
Setelah 8 thn menikah dan dikarunia 2 org anak, kami tdk pernah mendapatkan masalah yg besar. Komunikasi kami sgt lancar dan tdk ada hambatan psikologis. Kalaupun ada masalah, hanyalah hal2 kecil saja yg cepat bisa diselesaikan dan justru menambah keharmonisan. Bahkan semakin lama kami rasakan semakin bertambah kemesraan dan keharmonisan keluarga kami. Selain itu, smakin hari kami semakin merasa menemukan kecocokan dlm banyak hal, seperti sifat tdk ingin menyinggung perasaan dan mengecewakan org lain, cenderung melayani, sifat tdk bisa menolak tugas atau amanah dr org lain. Demikian pula dlm memahami peran suami dan istri dgn pendidikan anak, mengurus rumah tangga, kewajiban dakwah dan peran sosial lain.
~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~o~
Begitulah, akhi Muhammad memiliki kisah pernikahan yg sgt unik. Pilihannya utk melakukan proses pernikahan lewat murabbi (Pembina) kajian keislaman yg diikutinya bukanlah hal yg unik, sebab hal ini banyak dilakukan oleh para aktivis dakwah. Hal ini pun harus menambah keyakinan kita bahwa Allah SWT tdk akan mengingkari janjinya, Allah SWT berfirman:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita yang keji pula. Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula”. (QS. An-Nur: 26)